“Ya Allah, aku adalah
hambaMu yang telah berbuat dosa besar. Sekarang aku datang ke pintuMu,
agar Engkau berkenan menjadi penolongku disisi kekasihMu. Sungguh Engkau
Maha Pemurah kepada hamba-hambaMu dan tiada tersisa harapanku kecuali
kepadaMu….”
Pada kesempatan kali ini saya akan memposting sebuah kisah seorang pemuda penggali kubur, yang diambil dari Kitab Mukasyafah Al Qulub Karangan Imam Ghazali.
Diriwayatkan bahwa pada
zaman Rasulullah s.a.w, Umar bin Khaththab, salah seorang sahabat
terdekat Rasullulah s.a.w menangis di depan pintu rumah Rasulullah
s.a.w. Mendengar suara Umar bin Khaththab berada di luar, maka
Rasulullah s.a.w segera keluar dan bertanya kepada Umar bin Khaththab,
“Wahai Umar mengapa engkau menangis?”
Kemudian Umar menjawab: “Wahai Rasulullah, bersamaku ada seorang pemuda yang telah membuat hatiku sedih dengan tangisnya.”
Lalu Rasulullah s.a.w
memerintahkan Umar agar membawa masuk anak muda tersebut ke dalam. Atas
perintah tersebut, Umar bin Khaththab lalu mengajak pemuda yang datang
bersamanya sambil keduanya tetap menangis.
Pemuda itu disuruh duduk di
depan Rasulullah s.a.w dan Umar Ibnu Khaththab duduk di sebelahnya.
Rasulullah s.a.w kemudian bertanya: “Wahai pemuda, mengapa engkau
menangis?”
Pemuda itu menjawab sambil tetap menangis: “Wahai Rasulullah, dosaku sangat besar dan aku takut Allah memurkaiku…”
“Apakah engkau telah menyekutukan Allah dengan sesuatu?” tanya baginda s.a.w.
“Tidak, ya Rasul,” sahut pemuda itu sambil tetap menangis.
“Apakah engkau telah membunuh seseorang dengan alasan yang tidak benar?” Rasulullah s.a.w kembali bertanya.
“Tidak ya Rasul,” sahut pemuda itu sambil terus menangis.
Lalu Rasulullah s.a.w bersabda: “Sungguh, dosamu sebesar apa pun, Allah akan mengampuninya, sekalipun memenuhi langit dan bumi.”
“Sungguh dosaku lebih besar dari itu, ya Rasul,” sahut pemuda itu.
“Apakah besar dosamu melebihi Arasy? Besar mana dengan Arasy?” tanya baginda s.a.w lagi.
“Dosaku sangat besar, ya Rasulullah.”
“Lalu besar mana dosamu dengan keagungan, ampunan, dan rahmat Allah?” tanya Rasulullah s.a.w.
“Tentu keagungan, ampunan,
dan rahmat Allah lebih besar. Tetapi dosaku sangat besar, ya Rasulullah”
jawabnya masih dalam keadaan menangis terisak-isak.
Karena kurang mengerti
maksud pengakuan dari pemuda itu, akhirnya Rasulullah s.a.w mendesaknya,
“Cobalah katakan dosa apa yang pernah engkau perbuat?”
“Aku malu menyebutnya, ya Rasulullah…” kata si pemuda itu.
Karena Rasulullah s.a.w
terus mendesak pemuda itu untuk mengatakan dosanya secara jujur. Maka
dengan perasaan malu dan takut, pemuda itupun menceritakan dosa yang
dilakukannya.
“Wahai Rasulullah, aku ini
seorang penggali kubur, sejak tujuh tahun lalu. Hingga meninggalnya
puteri dari seorang sahabat Ansar. Melihat kecantikan dan kemontokan
tubuhnya, nafsu birahiku memuncak. Setelah kuburan sepi, ku bongkar
kuburnya dan ku telanjangi mayat gadis itu. Setelah ku cumbui, nafsu
berahiku tak dapat ku tahan, lalu ku setubuhi. Saya terkejut, tiba-tiba
mayat gadis itu berkata, “Tidakkah engkau malu kepada Allah, pada hari
Allah menghukum orang-orang yang berbuat zalim, sementara engkau
menelanjangiku dan menyetubuhiku diantara orang-orang yang telah mati.
Engkau membuatku dalam keadaan junub di hadapan Allah!”
Mendengar pengakuan dari si
pemuda itu, Rasulullah s.a.w segera bangkit berdiri dan meninggalkannya,
seraya berseru: “Hai pemuda fasik, pergilah! Jangan engkau dekati aku!
Nerakalah tempatmu kelak!”
Pemuda itu pun segera keluar
meninggalkan rumah Rasulullah s.a.w seraya menangis. Dia berjalan
dengan arah tak menentu keluar kampung. Sampailah dia di padang pasir
yang luas lagi panas. Tujuh hari lamanya ia tidak makan dan minum karena
penyesalan dan kesedihan yang sangat mendalam hingga lemahlah keadaan
tubuhnya tak kuasa lagi berjalan, lalu kemudian jatuh tersungkur di
tempat itu. Di atas pasir ia bersujud kepada Allah, lalu berdoa dan
memohon ampunanNya dalam tangisnya.
“Ya Allah, aku adalah
hambaMu yang telah berbuat dosa besar. Sekarang aku datang ke pintu-Mu,
agar Engkau berkenan menjadi penolongku disisi kekasih-Mu. Sungguh
Engkau Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Mu dan tiada tersisa harapanku
kecuali kepadaMu. Ya Allah Tuhanku, sudilah menerima kehadiranku, kalau
tidak datangkanlah api-Mu dari sisi-Mu, dan bakarlah tubuhku dengan
api-Mu di dunia ini, daripada Kau bakar tubuhku di akhirat nanti.”
Setelah itu Malaikat Jibril
a.s datang kepada Rasulullah s.a.w. Usai menyampaikan salam dari Allah,
Jibril a.s berkata: “Wahai Muhammad, Allah s.w.t bertanya kepadamu,
“Apakah engkau yang menciptakan makhluk?”
“Bahkan Dialah yang menciptakan diriku dan mereka,” jawab Rasulullah s.a.w.
“Apakah engkau memberi rezeki kepada mereka?” tanya Jibril a.s.
Rasulullah s.a.w menjawab: “Bahkan Dia memberi rezeki padaku dan mereka.”
“Apakah engkau menerima taubat mereka?” tanya Jibril a.s untuk kali yang sekiannya.
“Bahkan Dia yang berhak menerima taubat dan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya” ujar Rasulullah s.a.w.
Jibril a.s lalu berkata,
Allah berfirman kepadamu; “Telah datang kepadamu seorang hamba-Ku dan
dia menerangkan satu dosa dari beberapa dosanya, maka kamu berpaling
(marah) kepadanya dari dosanya, maka bagaimana keadaan orang-orang
mukmin kelak, apabila mereka datang dengan dosa yang banyak lagi besar
ibarat gunung yang besar? Engkau adalah utusan-Ku yang Aku utus sebagai
rahmat untuk seluruh alam. Maka jadilah kamu orang yang sayang
menyayangi pada semua orang yang beriman, menjadi penolong bagi
orang-orang yang telah berdosa dan memaafkan keterlanjuran dan kesalahan
mereka (hamba-Ku); karena sesungguhnya Aku telah mengampunkannya
(menerima taubatnya) dan dosanya.”
Kemudian Rasulullah s.a.w.
mengutus beberapa orang sahabat, maka mereka temui pemuda tersebut lalu
memberikan khabar gembira kepadanya dengan maaf dan ampunan-Nya. Lalu
mereka membawa pemuda tersebut berjumpa Rasulullah yang mana ketika itu
beliau (Rasulullah) sedang menunaikan sembahyang Maghrib, dan merekapun
bermakmum di belakangnya.
Ketika Rasulullah s.a.w.
membaca surah Al Fatihah yang dilanjutkan dengan surah At-Takaatsur (Al
Haakumuttakaatsur), sesampai baginda membaca ‘Hattaa Zurtumul Maqaabir’
(Kamu telah dilalaikan sehingga kamu masuk kubur), maka berteriaklah
pemuda itu dengan keras sekali langsung jatuh. Ketika mereka selesai
sembahyang, mereka dapati pemuda itu telah meninggal dunia.
Mudah-mudahan Allah Taala membelas kasihaninya.
Posting Komentar
Posting Komentar